Menurut Dahuri ada 10 cara yang dikembangkan untuk mewujudkan Indonesia ?
Jawaban:
Ada 11 sektor ekonomi kelautan yang bisa dikembangkan yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) ESDM, (6) pariwisata bahari, (7) perhubungan laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) kehutanan pesisir (coastal forestry), (10) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan (11) SDA kelautan non-konvensional. Total nilai ekonomi kesebelas sektor itu sekitar 1,4 triliun dolar AS/tahun, hampir 1,4 PDB Indonesia saat ini atau 8 kali APBN 2020. Sementara, potensi lapangan kerja yang bisa diciptakan sekitar 45 juta orang.
Dari 11 sektor ekonomi maritim di atas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertangggung jawab langsung atas pemanfaatan dan pengelolaan sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi perairan, dan sebagian SDA kelautan non-konvensional. Sedangkan, untuk sektor-sektor ekonomi maritim lainnya, KKP berperan sebagai pendukung kementerian lain yang menjadi penanggung jawab terhadap masing-masing sektor.
Potensi total nilai ekonomi sektor perikanan tangkap diperkirakan sekitar US$ 20 miliar/tahun, sektor perikanan budidaya US$ 210 miliar/tahun, sektor pengolahan hasil perikanan dan seafood US$ 100 miliar/tahun, sektor industri bioteknologi perairan US$ 180 miliar/tahun, dan sektor SDA dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) non-konvensional sebesar US$ 200 miliar/tahun.
Tantangan Pembangunan KP
Sayangnya, hampir lima tahun umur ‘Kabinet Kerja Jilid 1’, capaian sektor-sektor maritim masih jauh dari harapan. Hingga kini pemerintah belum memiliki roadmap dan blueprint pembangunan kemaritiman nasional yang komprehensif, terintegrasi, dan operasional. Tugas dan fungsi pokok Kemenko Maritim untuk mengarahkan, mengkoordinasikan, memecahkan kebuntuan (debotle necking), menghasilkan inovasi (terobosan), dan mengakselerasi pembangunan kemaritiman belum berjalan optimal.
Hanya dalam lima tahun, Menko Maritim dijabat oleh 3 orang yang berbeda. Akibatnya, kementerian di bawah koordinasi Kemenko Maritim nampak berjalan sendiri-sendiri. Perang opini dan konflik acap kali menyeruak di ruang publik antara Menko Maritim vs Menteri KKP, Menteri LHK vs Menteri KKP, Menteri Perindustrian vs Menteri KKP, Menko Maritim vs Mentri ESDM, dan Menteri KKP dengan sejumlah Kepala Daerah yang memiliki wilayah perairan laut, termasuk terakhir Gubernur Provinsi Maluku yang menyatakan ‘perang’ dengan Menteri KKP.
Perihal pemberantasan IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported) fishing oleh kapal ikan asing dan konservasi, pemerintah c.q. KKP sudah di jalan yang benar dan mesti kita lanjutkan. Sayangnya, aspek daya saing, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang, dan stakeholders KP (Kelautan dan Perikanan) lainnya kurang mendapat perhatian, bahkan cenderung dihambat.
Dalam lima tahuan terakhir, pembangunan sektor KP seolah identik dengan penenggelaman dan pembakaran kapal ikan asing, moratorium kapal ikan berukuran besar dan modern, larangan alat tangkap aktif seperti pukat hela dan pukat tarik (cantrang) yang selama ini digunakan oleh mayoritas nelayan, larangan kapal pegangkut ikan kerapu hidup, dan larangan menjual lobster dan kepiting di bawah ukuran tertentu. Ibarat sebuah mobil, pembangunan kelautan sekarang terlalu banyak ’remnya’, tetapi sedikit sekali ’gas’ nya.
Sektor perikanan budidaya yang memiliki potensi ekonomi terbesar diantara sebelas sektor ekonomi maritim Indonesia, dipandang ‘sebelah mata’. Karena, KKP menganggap bahwa pakan yang digunakan dalam budidaya ikan dan udang berasal dari ikan rucah maupun tepung ikan, yang dapat mengancam kelestarian ikan di laut.
Penjelasan:
Yang di ambil yang atas saja