Pendapat kamu tentang polemik pengecualian amdal dalam pengembangan tanaman nasional komodo
Jawaban:
mengurai-polemik-taman-nasional-komodo
Penjelasan:
Sebagaimana diberitakan Harian Media Indonesia, Sabtu (11/8), berbekal izin usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA), PT Segara Komodo Lestari dapat membangun rest area di lahan yang berukuran 22,1 ha di Pulau Rinca. Sementara itu, PT Wildlife Ecotourism di lahan seluas 271,81 ha di Pulau Padar dan 154,6 ha di Pulau Komodo. Adapun fasilitas rest area yang dibangun mencakup restoran dan tempat-tempat penginapan seperti vila.Pembangunan rest area dalam kawasan TNK ini pun menuai protes dari warga Manggarai Barat. Diawali dengan demonstrasi yang diinisiasi oleh Formapp (Forum Masyarakat Penyelamat dan Peduli Pariwisata) Manggarai Barat pada 6 Agustus 2018, penolakan warga ini pun berlanjut hingga audiensi bersama pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta pada 10 Agustus 2018. Latar penolakan wargaPada dasarnya latar utama penolakan warga terhadap pembangunan rest area ini ialah mengangkat kembali hakikat TNK sebagai kawasan konservasi. Terutama bagi binatang purba Varanus komodoensis yang sudah sejak lama menjadi ikon pariwisata di NTT. Karena itu, bertagar #SaveKomodo, publik terus menyatakan penolakan terhadap pembangunan itu.Di samping alasan utama ini, warga juga mempersoalkan prosedur perizinan kedua PT ini yang disinyalir sudah sejak awal tidak menghiraukan keberadaan masyarakat lokal Labuan Bajo dalam proses pengambilan keputusan. Perizinan yang sudah sejak lama dilakukan di Jakarta dan baru disosialisasikan kepada warga dalam beberapa hari jelang pembangunan dimulai.Sementara itu, terkait dengan tawaran kesejahteraan terhadap warga lokal, terutama penduduk dalam kawasan, melalui pembangunan rest area ini, warga lebih memilih untuk mengoptimalkan komunitas-komunitas berbasis turisme yang sudah lama terbentuk di beberapa kampung dalam kawasan, yang selama ini kurang bahkan tidak diperhatikan dalam pembangunan pariwisata di Manggarai Barat. Tiga poin di atas, kurang lebih merupakan latar penolakan warga terhadap pembangunan rest area dalam kawasan TNK ini. Logika pasarJika boleh menafsir lebih luas, polemik pembangunan rest area dalam kawasan TNK ini ibaratnya fenomena gunung es. Kasus ini sebenarnya hanya merupakan tampakan permukaan dari bongkahan es yang lebih besar yaitu soal dominasi pasar bebas dalam tata kelola pembangunan pariwisata di Manggarai Barat belakangan ini.Pembangunan pariwisata yang dikendalikan sepenuhnya oleh nalar pasar ini pada gilirannya meniadakan arti penting kata politik atau demokrasi sebagai arena perjuangan tanpa ujung untuk terus merumuskan dasar bersama (common ground) demi mencapai tujuan bersama (common goal) pula.Pembangunan pariwisata yang sepenuhnya dikendalikan oleh logika pasar, pada satu sisi menonjolkan peran birokrat teknokratis dalam merumuskan kebijakan pembangunan, dan matinya fungsi agregasi kepentingan publik-politis pada sisi lain