Penguasaan iptek deskripsi dan upaya perbaikan
Lemahnya
sistem pendidikan menjadi salah satu faktor rendahnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di tengah kemajuan peradaban Barat, kita
harus sibuk membenahi sistem pendidikan. Latar belakang pendidikan yang
pas-pas diduga kuat membawa implikasi negatif pada cara pandang terhadap
syariat Islam. Ajaran Islam Islam yang memiliki cakupan luas, oleh
sebagian pihak disempitkan maknanya menjadi “Syariat Islam” dan kemajuan
peradaban lain dimaki-maki. Sementara ajaran-ajaran yang membawa
kesejahteraan umat hampir tidak dikatakan sebagai syariat. Semua problem
sosial, pemikiran, dan pola gerakan keagamaan umat yang emosional harus
dibenahi melalui pendidikan.Adanya sebagian umat Islam yang menyempitkan ajaran Islam menjadi syariat dan syariat dimaknai sebagai hukum jinayah (pidana). Itu
karena keterbatasan pemikiran yang bermula pada keterbatasan pendidikan
atau hanya mempelajari pendidikan sepihak. Kita ingin mengajarkan sains
dan teknologi tapi bernapaskan Islam. Anaknya hafiz al-Quran tapi mampu
mengaplikasikan itu kepada kehidupan nyata. Sekarang ini banyak sekali
umat Islam yang berpikiran sederhana. Jadi pada waktu kita mendengar
omongan mereka (tentang ajaran Islam disempitkan menjadi syariat dan
jinayah) kita akan berpikir mereka orang bodoh semua. Contoh hujatan
yang meminta sistem Khilafah diterapkan kembali agar semua masalah dapat
diselesaikan. Demokrasi haram, dan sebagainya. Jadi, pandangan semacam
itu dalam istilah ilmu pemikiran, sangat simplistis (sangat sederhana).
Di beberapa tempat orang–orang yang memuja-muja kejayaan masa lalu itu
dilarang, karena ini akan membodohi rakyat. Jadi sekarang kita
menginginkan seorang pemikir Islam yang dasar agamanya kuat tapi dia
bukan ahli agama, dia melihat al-Quran berdasarkan sains dan teknologi
itu. Itu yang kini kita ketinggalan. Padahal pada zaman Nabi umat Islam
menguasai hal itu.Rasul saw. bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (dan muslimah)” (HR Ibnu Adi dan Baihaqi, dari Anas ra)Kata
‘ilmu’ pada hadits di atas, bermakna umum. Baik ilmu agama maupun sains
dan teknologi. Sehingga dalam pendidikan Islam, ilmu agama dan ilmu
umum diberikan pada anak didik dengan porsi yang sama besarnya dan
didukung oleh media yang menunjang terhadap pendalaman ilmu keduanya.Ilmu
agama diajarkan untuk membentuk kepribadian Islam yang unggul pada anak
didik. Untuk itu, saat mengajar guru pun nggak asal nyablak. Tapi
selalu menekankan peran agama sebagai aturan hidup dengan mengkaitkan
setiap mata pelajaran dengan akidah Islam dan hukum-hukum Islam. Guru
juga selalu mengingatkan anak didik akan kehidupan mereka di dunia dan
akhirat serta hubungan erat dua kehidupan itu. Sehingga cara berpikir
dan berperilaku anak didik disandarkan pada aturan hidup Islam. Makanya
mengenal Islam lebih dalam wajib hukumnya bagi tiap individu (fardhu a’in), nggak boleh diwakilkan. Karena berkaitan dengan masa depan kita di akhirat. Sementara
pengetahuan sains dan teknologi disajikan untuk mempersiapkan generasi
yang punya keahlian dalam memanfaatkan alam semesta yang telah Allah
anugerahkan untuk kemaslahatan umat. Rasul pernah mengutus dua orang
shahabatnya ke negeti Yaman untuk mempelajari teknologi pembuatan tank
kayu pelempar batu (dababah/manjanik). Beliau pun menganjurkan kaum
wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis, dan merawat orang-orang
sakit (pengobatan). Rasul bersabda, “Hiasilah wanita-wanita kalian dengan ilmu tenun”. (HR al-Khatib dari Ibnu Abbas ra)