Penjelasan tentang sangiran yang telah menjawab dunia

Posted on

Penjelasan tentang sangiran yang telah menjawab dunia

Sangiran Menjawab Dunia“ berjilid keras berkertas mengkilap, penuh gambar dan foto, dan dicetak dengan baik. Penulisnya Harry Widianto dan Harry Truman Simanjuntak, dua ahli arkeologi senior Indonesia. Buku “Sangiran Menjawab Dunia” diterbitkan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, sebuah lembaga yang paling punya autorisasi untuk menerbitkannya. Penerbitan buku ini didukung secara penuh termasuk pendanaannya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah memberikan sambutan di buku ini.
Dr. Harry Widianto saat ini adalah Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, sedangkan Prof. Dr. Truman Simanjuntak adalah Director of Center for Prehistoric and Austronesian Studies di Jakarta. Keduanya juga adalah peneliti utama pada Puslitbang Arkenas (Arkeologi Nasional), pengajar dan penguji mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Indonesia maupun di beberapa negara.

Buku “Sangiran Menjawab Dunia” enak dibaca, penjelasannya mudah dipahami sebab ditujukan untuk pembaca umum, pekerjaan penataan letak dibuat artistik sehingga “sejuk” membacanya sebab banyak variasi pemandangannya. Buku ini menjelasakan secara komprehensif hal ihwal Sangiran sebagai situs paling penting Homo erectus di dunia. Tidak hanya Sangiran saja yang diterangkan, tetapi pembaca diperkenalkan dulu kepada beberapa perihal yang berkaitan dengan manusia purba.
Buku diawali dengan penjelasan tentang Gejolak Teori Evolusi Di Akhir Abad ke-19 dari cerita tentang Charles Darwin, sang pembentuk teori evolusi 1859, kontroversi di seputarnya, para pembela dan penyerangnya, dan terakhir diceritakan tentang Eugene Dubois, dokter Belanda yang terobsesi dengan teori Darwin lalu datang ke Indonesia, mengembara ke Sumatra lalu Jawa dan akhirnya pada tahun 1891-1892 ia menemukan di Trinil, Ngawi apa yang diyakininya sebagai missing link antara kera dan manusia : fosil batok kepala, gigi dan tulang paha kiri -ketiganya membuat Dubois menyimpulkan bahwa ketiga ex fragmen yang ditemukannya itu milik suatu makhluk bukan kera bukan manusia. Bukan kera karena ketika diukur volume otaknya 900 cc (otak kera paling maju -simpanse 600 cc; otak manusia 1200 cc), lalu tulang pahanya menunjukkan bahwa sang empunyanya berjalan tegak (tentu saja Dubois tahu sebab ia seorang dokter ahli anatomi). Maka dua kata diberikannya untuk penemuan ini : Pithecanthrous erectus -manusia seperti kera (atau kera seperti manusia) yang berjalan tegak. Cocoklah ia sebagai missing link di antara kera dan manusia. Pada tahun 1980-an, nama genus Pithecanthropus diubah menjadi Homo, genus yang sama dengan manusia modern.