perkembangan agama kristen di pulau jawa pada masa kolonial belanda memiliki keunikan jika dibandingkan wilayah lain.keunikan tersebut adalah
Setelah ratusan tahun dirundung masa kegelapan, Eropa mengalami apa yang disebut sebagai age of reason atau era renaissance. Masa pencerahan ini membawa arus gelombang kemajuan, khususnya penemuan penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus ditambah dengan semangat yang bergelora dalam menjelajahi wilayah wilayah baru yang belum terjamah.
Tujuannya terdengar mulia, mengubah yang “biadab” menjadi yang “beradab.” Sejatinya, inilah awal mula dari sebuah hegemoni fisik dan kultural yang lazim ditengarai sebagai proyek imperialisme dan kolonialisme barat terhadap bangsa bangsa timur. Lebih dari itu, didalamnya ikut mendompleng misi penyebaran agama Kristen bagi penduduk penduduk pribumi. Spirit Perang Salib yang berlangsung selama hampir 200 tahun ikut memompa ekspansi mereka.
Hasil perjanjian Tordesillas yang dilaksanakan pada 4 Mei 1493 menghasilkan diktum antara lain membagi dunia “baru” untuk dikuasai oleh Portugis dan Spanyol. Perjanjian ini mendapat restu langsung dari penguasa tahta suci Vatikan yang sedang berkuasa pada waktu itu, Paus Alexander VI.
Lewat perjanjian ini Paus memberikan salah satu syarat yakni raja atau negara harus memajukan misi Katolik Roma di daerah daerah yang telah diserahkan pada mereka. Protugis dan Spanyol diserahi tanggung jawab untuk mengubah penduduk pribumi menjadi pemeluk Katolik.
Pun, begitu ketika Belanda mulai menjelajahi wilayah nusantara via ekspedisi dagang, yang selanjutnya tumbuhVOC dan bersalin rupa menjadi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kalau Portugis membawa ajaran Katolik Roma, maka Belanda dengan langkah awal yang malu malu menyiarkan zending Protestan sekte Calvinis.
Setelah kepergian Portugis, Belanda menjadi penguasa nusantara, dengan Jawa sebagai basis. Di samping mengeksploitasi rempah rempah untuk dijadikan komoditas perdagangan, misi penyebaran Kristen juga menjadi agenda lain walaupun masih dilakukan dengan hati hati. Makanya, pada zaman VOC penyebaran Kristen bisa dikatakan kurang berhasil. Komunitas Kristen hanya terdapat di beberapa kota besar seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya. Itu pun terbatas dari orang orang Maluku yang banyak menjadi serdadu dan diperbantukan pada kawasan militer di Pulau Jawa.
Ada beberapa faktor sebetulnya yang menjadi alasan ketidakberhasilan penyebaran Kristen di zaman VOC, khususnya di Jawa, diantaranya adalah VOC menghindari sebisa mungkin benturan dengan orang orang Islam untuk mengamankan kepentingan dagang mereka. Selain itu adalah luasnya Pulau Jawa,masih kuatnya pengaruh Islam, dan sedikitnya tenaga yang ulet dalam menyebarkan Kristen pada orang orang pribumi. Di sisi lain, Belanda masih enggan menggelontorkan dana yang cukup buat kegiatan zending.
Di beberapa tempat, sejumlah individu aktif menyebarkan Kristen kepada orang orang pribumi seperti Johannes Emde di Surabaya, C. L. Coolen di Ngoro. Nyonya Philips dan Nyonya Oostrom Philips di Purworejo dan Banyumas. Ada F. L. Anthing di Jawa Barat. Tak ketinggalan tokoh tokoh Kristen awal dari kalangan pribumi seperti Paulus Tosari, Ibrahim Tunggul Wulung, dan Kyai Sadrach.
Tengahan abad ke-19, program Kristenisasi di Jawa mulai berlangsung secara intensif. Lembaga misionaris berdatangan dari Eropa, tanpa ragu mereka masuk ke desa desa. Subsidi dari pemerintah digelontorkan. Gereja Protestan maupun Katolik mulai banyak dibangun. Walaupun begitu, hasilnya belum memuaskan. Islam masih mendapat tempat. Pada masa itu, akan dianggap aneh jika seorang pri