Syarat :
1. No Copas
2. No Google
3. No Asal
4. Penjelasan Lengkap
5. Buat Dengan Bahasa Kamu
6. No Spam
Melanggar Syarat : Moderator Menanti
Mau Requst : Cek Bio
Can You Solve This Question
Kelas : – [ Dongeng ]
Soal :
Buatlah Sebuah Dongeng Buatan Kau
GOOD LUCK
>>>>Quiz<<<<
Ini dongeng buatan saya sendiri
Doa tiga ekor ulat
Di tengah bukit, ada sebuah pohon. Rantingnya kering karena kemarau panjang dan daunnya tinggal tiga helai. Seekor ulat kecil mendekati pohon tersebut. Matanya menatap ke atas melihat tiga helai daun yang masih tumbuh. Air liurnya langsung menetes.
Aku harus minta izin untuk memakan daun itu, kata ulat kecil dalam hati, mudah-mudahan, dia pohon yang baik hati.
"Hai pohon kering," kata ulat kecil. "Hai, ada apa ulat kecil? Sepertinya kamu sangat lapar," kata pohon kering. "Iya, aku memang sangat lapar. Sudah beberapa hari aku tidak menemukan makanan karena semua pohon telah mati," kata ulat kecil.
"Apa aku boleh memakan daunmu?" kata ulat kecil lagi dengan memelas. "Mmm … boleh saja, tapi jangan makan semuanya, ya, cukup satu helai supaya tubuhku tidak terlalu panas," jawab pohon kering. Ulat kecil bergegas naik dan melahap satu helai daun.
Setelah selesai makan, ulat kecil berpamitan. "Terima kasih, Pohon Kering. Kamu baik sekali. Mudah-mudahan, Tuhan menurunkan hujan untukmu." Pohon kering mengangguk dan membiarkan ulat pergi.
Baru saja ulat kecil pergi, tiba-tiba seekor ulat lain berwarna merah mendekati pohon kering. Matanya menatap ke atas. "Hai pohon kering, bolehkah aku minta daunmu? Tolonglah aku, pohon kering. Beri aku satu helai saja. Aku sangat lapar," kata ulat berwarna merah itu.
"Naiklah temanku. Kamu boleh memakan daunku, tapi satu saja ya," kata pohon kering. Ulat merah bergegas naik dan langsung melahap satu helai daun. "Terima kasih, pohon kering. Kamu baik sekali. Semoga Tuhan menurunkan hujan supaya daunmu lebat kembali," kata ulat merah sebelum pergi.
Sekarang, pohon kering hanya mempunyai satu helai daun. Kalau ada yang memakannya pasti ia akan segera mati. Teenyata, betul! ulat kuning menghampiri. "Bolehkah … aku minta daunmu?" kata ulat kuning. Pohon kering menatap ulat kuning dengan wajah sedih. Ia harus merelakan daun satu-satunya untuk diberikan.
Ulat kuning pun mulai menaiki pohon. Jalannya sangat lambat karena tubuhnya sangat lemas. Baru saja sampai di tengah-tengah, tiba-tiba ulat kuning jatuh. Astaga! Apa kamu baik-baik saja?" kata pohon kering. Ulat kuning yang badannya sangat kurua itu tidak menjawab, tubuhnya terbaring di samping pohon kering. Ia telah mati karena kelaparan.
Pohon kering sangat sedih. Lalu, ia menangis dengan sangat keras. Air matanya mengalir deraa hingga awan pun ikut menangis. Tangisan awan berubah menjadi hujan yang sangat lebat. Karena hujan tersebut, pohon tersebut yang sebelumnya kering sekarang menjadi sangat subur dan daunnya lebat.
Terima kasih
Jawaban:
dongeng yang saya ketahui adalah….
dongeng batu menangis.
cerita rakyat.
dari kalimantan barat.
ini dia ceritanya :
hidup seorang ibu tua bersama anak gadisnya yang cantik bernama Darmi.
Semenjak suaminya meninggal, sang ibu terpaksa bekerja menjadi buruh sawah dengan upah harian kecil.
Darmi, anak ibu tersebut adalah anak cantik tapi sangat manja. Baca juga The Crying Stone.
Meskipun kehidupan mereka susah, namun Darmi tetap saja senang bersolek.
Ia senang memamerkan kecantikannya ke seantero kampung.
Setiap hari Darmi kerjanya hanya menghabiskan uang ibunya dengan membeli perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Sering ibunya menasehati Darmi agar mau hidup sederhana sesuai kemampuan, namun Darmi tak menggubrisnya.
Darmi justru malah membentak ibunya agar bekerja lebih keras lagi.
Darmi tak pernah mau membantu ibunya bekerja di sawah.
Selalu saja ada alasan agar tidak ikut ke sawah.
Pada saat ibunya bekerja, Darmi akan mulai bersolek kemudian berjalan-jalan di desa untuk memamerkan kecantikannya.
Banyak pemuda desa mengagumi kecantikan Darmi.
Darmi Minta Dibelikan Kosmetik Pada Ibunya
Suatu ketika, saat ibunya hendak pergi ke pasar, Darmi meminta ibunya membelikan peralatan kosmetik.
Ibunya mengajak Darmi untuk pergi bersama-sama ke pasar karena tidak tahu alat kosmetik seperti apa yang diminta Darmi.
Awalnya Darmi tidak mau, tapi karena sangat menginginkan alat kosmetik tersebut akhirnya ia mau ikut juga.
Darmi mengajukan syarat agar ibunya berjalan di belakangnya.
Ibunya tahu bahwa Darmi malu memiliki ibu sepertinya, tapi ia tetap menuruti keinginan anak semata wayangnya.
Mereka berdua kemudian pergi ke pasar.
Sepanjang perjalanan Darmi telihat cemas kalau-kalau temannya melihat ia berjalan dengan ibunya.
Benar saja, ketika ada temannya bertanya siapa ibu yang berjalan di belakangnya, ia menjawab bahwa ibunya adalah pembantunya.
Ibunya merasa sakit hati dengan jawaban Darmi tapi ia mendiamkan saja.
“Siapa ibu yang berjalan di belakangmu itu Darmi?” tanya temannya ketika berpapasan di jalan.
“Ah, hanya pembantuku.” jawab Darmi sembari bergegas meninggalkan temannya.
Tidak berapa lama, muncul lagi teman Darmi menanyakan siapa wanita di belakangnya.
Lagi-lagi Darmi menjawab bahwa itu hanya pembantunya.
Hati ibunya bagaikan disayat oleh pisau mendengar jawaban Darmi.
Hal itu terus berulang, setiap kali ada teman Darmi menanyakan ibunya, pasti dijawab itu hanya pembantunya.
Akhirnya ibu Darmi tidak sanggup lagi menahan rasa sakit hati.
Karena sudah tak sanggup menahan rasa sakit hati oleh tingkah laku anaknya, sang Ibu kemudian berhenti kemudian duduk di pinggir jalan.
Melihat ibunya duduk di pinggir jalan, Darmi malah membentak ibunya dengan berkata, “Kenapa berhenti? Ayo jalan lagi!”.
Darmi Berubah Menjadi Sebuah Batu Menangis
Karena sudah tidak mampu mengatasi tingkah laku anaknya, kemudian sang Ibu berdoa kepada Tuhan agar menghukum anaknya.
“Ya Tuhan, hamba sudah tak sanggup lagi mendidik anak hamba. Mohon hukumlah dia.” pinta sang Ibu pada Yang Kuasa.
Tiba-tiba saja terjadi kejadian aneh.
Petir mendadak menyambar-nyambar disertai turun hujan deras.
Kejadian lebih aneh terjadi pada Darmi, perlahan kaki Darmi berubah menjadi batu kemudian merambat ke bagian tubuh lainnya.
Darmi merasa panik luar biasa.
Ia berteriak-teriak minta ampun.
“Ada apa ini ibu? Kenapa tubuhku menjadi batu? Tolong aku ibu, maafkan aku, aku menyesal.” teriak Darmi.
Namun penyesalan Darmi sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur.
Tubuh Darmi berubah menjadi patung.
Setelah hujan reda, dari patung Darmi terlihat keluar air mata.
Orang-orang kemudian mengangkat dan menyandarkan batu tersebut ke dinding tebing.
Hingga kini masyarakat menyebut batu tersebut sebagai batu menangis.
Penjelasan:
maaf kalau salah