Ringkasan cerpen kupu kupu ibu karya komang Ira Puspitaningsih.
Aku melihatnya. Aku melihat perempuan yang
kau ceritakan. Sepulang sekolah, tadi di dekat taman, aku melihat
sepasang kupu-kupu berputar melingkar. Akan tetapi, mereka tak seperti
kupu-kupu dalam ceritamu, Ayah. Mereka lebih cantik. Yang satu berwarna
hitam dengan bintik biru dan yang lain bersayap putih jernih, sebening
sepatu kaca Cinderella, dengan serat tipis kehijauan melintang di tepi
sayapnya.
Aku takjub. Aku mengejarnya. Kupu-kupu
itu masuk ke dalam taman, dan aku terus mengejarnya. Ternyata kupu-kupu
itu menghampiri seorang perempuan yang duduk terpisah diantara
bangku-bangku taman lainnya. Kupu-kupu itu dengan riang berputar di atas
kepalanya.
Aku tersadar. Itulah perempuan yang
diceritakan Ayah. Sebelum aku hendak pergi dari taman, ia memanggilku.
Ia memintaku duduk di sampingnya. Aku tak menyangka. Ia tidak bisu
seperti apa yang Ayah ceritakan. Katamu ia adalah seorang yang
menyeramkan, hingga kupikir ia adalah seorang penyihir. Tapi ia jauh
dari yang kau ceritakan, ia lebih mirip seorang bidadari sama cantiknya
dengan kedua kupu-kupu itu. Ia mengajariku cara membelai kupu-kupu. Kami
bercerita tentang kesukaan kami, ternyata kami punya beberapa kesamaan.
Selain menyenangi kupu-kupu, kami juga suka memakan es krim vanila
dengan taburan kacang almond, buah apel, dan tidur diantara banyak
bantal dan boneka.
Aku melihat perempuan yang kau ceritakan. Sepulang sekolah, tadi di dekat taman, aku melihat sepasang kupu-kupu berputar melingkar. Akan tetapi, mereka tak seperti kupu-kupu dalam ceritamu, Ayah. Mereka lebih cantik. Yang satu berwarna hitam dengan bintik biru dan yang lain bersayap putih jernih, sebening sepatu kaca Cinderella, dengan serat tipis kehijauan melintang di tepi sayapnya.
Aku takjub. Aku mengejarnya. Kupu-kupu itu masuk ke dalam taman, dan aku terus mengejarnya. Ternyata kupu-kupu itu menghampiri seorang perempuan yang duduk terpisah diantara bangku-bangku taman lainnya. Kupu-kupu itu dengan riang berputar di atas kepalanya.
Aku tersadar. Itulah perempuan yang diceritakan Ayah. Sebelum aku hendak pergi dari taman, ia memanggilku. Ia memintaku duduk di sampingnya. Aku tak menyangka. Ia tidak bisu seperti apa yang Ayah ceritakan. Katamu ia adalah seorang yang menyeramkan, hingga kupikir ia adalah seorang penyihir. Tapi ia jauh dari yang kau ceritakan, ia lebih mirip seorang bidadari sama cantiknya dengan kedua kupu-kupu itu. Ia mengajariku cara membelai kupu-kupu. Kami bercerita tentang kesukaan kami, ternyata kami punya beberapa kesamaan. Selain menyenangi kupu-kupu, kami juga suka memakan es krim vanila dengan taburan kacang almond, buah apel, dan tidur diantara banyak bantal dan boneka.