Sebutkan 5 alasan NKRI menjatuhkan pilihan sistem kedaulatan berdasar kedaulatan rakyat!​

Posted on

Sebutkan 5 alasan NKRI menjatuhkan pilihan sistem kedaulatan berdasar kedaulatan rakyat!​

.

Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” artinya bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang Tertib dan Adil secara Hukum, Tertib Administrasi Negara dalam hal Penyelenggaraan Negara dan Adil Hukum Pidana/Perdata dalam hal Kehidupan Bernegara.

Bab II tentang “Kekuasaan Pemerintahan Negara”, Pasal 4 ayat (1) “Presiden Republik Indonesia memegang Kekuasaan Pemerintahan menurut UUD”, artinya Presiden (adalah tunggal) diberi kewenangan oleh Negara yang Berkedaulatan Rakyat untuk menjalankan Pemerintahan Negara. Inilah yang dimaksud Kekuasaan Eksekutif.

.Bab IX tentang “Kekuasaan Kehakiman”, Pasal 24 ayat (1) “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan Hukum dan Keadilan” artinya Hakim (adalah tunggal) diberi kewenangan oleh Negara yang Berkedaulatan Rakyat untuk memiliki kebebasan dari intervensi saat ber-acara di pengadilan dan membuat putusan, agar dapat menemukan hukum dan keadilan bagi pihak-pihak yang berselisih, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Inilah yang dimaksud Kekuasaan Yudikatif.

Pasal 24A ayat (4) “Ketua dan Wakil Ketua MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung” artinya Kedaulatan Kepemimpinan MA ada di tangan Anggota Hakim Agung, ini adalah Demokrasi. Mungkinkah proses demokrasi internal MA ini di sengketakan oleh pihak luar, misalnya SK atau Keppres yang mengangkat Ketua MA tersebut di gugat ke PTUN.

Pasal 27 ayat (1) “Segala Warga Negara bersamaan kedudukanya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Perhatikan pemisakan kata “Hukum” dan “Pemerintahan”. Artinya jelas bahwa ranah “Hukum” terpisah dari ranah “Pemerintahan”. Ada pembagian wilayah (domain) antara Kekuasaan Kehakiman (Hukum) alias Yudikatif dan Kekuasaan Pemerintahan alias Eksekutif. Masing-masing kekuasaan tersebut tidak bisa saling menjatuhkan, sebaliknya masing-masing saling melengkapi (harmonisasi), sesuai prinsip checks and balances dalam UUD 1945.

Dalam UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, pada bagian dasar-dasar “Mengingat”, menggunakan UUD 1945, Pasal 28 “Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul, Mengeluarkan Pikiran dengan Lisan dan Tulisan dan Sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Pasal 28C ayat (2) “Setiap Orang berhak Memajukan Dirinya dalam Memperjuangkan Haknya secara Kolektif untuk Membangun Masyarakat , Bangsa dan Negaranya”. Artinya, UU Partai Politik merupakan turunan dari UUD 1945 tentang Prinsip Kedaulatan Rakyat yaitu “Dari, Oleh dan Untuk Rakyat” serta Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul oleh Rakyat (Demokrasi). Organisasi Partai Politik sebagai sebuah entitas Organisasi Publik memiliki Kedaulatanya tersendiri (Dari, Oleh dan Untuk Anggota) yang diatur oleh Hukumnya sendiri yaitu AD/ART Organisasi Partai Politik tersebut, yang “dipayungi” secara Hukum oleh Negara melalui UU Partai Politik sebagai jaminan Organisasi Partai Politik tersebut merdeka dari Intervensi pihak luar, terutama dalam hal penyelesaian Perselisihan Internal Partai Politik tentang Kepengurusan, yang hanya bisa diselesaikan (Kewenangan Absolut) melalui sebuah Mahkamah Partai, yang sifat putusan Mahkamah Partai tersebut bersifat “Final dan Mengikat”.