Sebutkan akibat yang terjadi dari kekuasaan Presiden yang besar !
Dalam masyarakat dimana tradisinya bernegara dan berpemerintahan belum
tumbuh secara rasional dan impersonal, institusi politik dan hukumnya
cenderung berhimpitan dengan konsep ketokohan yang bersifat personal.
Dalam keadaan demikian, semua keputusan politik sebagian terbesar
dipengaruhi oleh karakter persona atau kepribadian serta perilaku
pemimpin yang menentukan keputusan tersebut. Namun, dalam rangka
cita-cita Negara Hukum (Rechtsstaat) yang diamanatkan dalam UUD 1945
sebagai konstitusi proklamasi, kecenderungan-kecenderungan mengenai
praktek-praktek sistem kepemimpinan persona tersebut tidak dapat
dipertahankan. Dalam doktrin Negara Hukum, berlaku prinsip bahwa
pemimpin yang sebenarnya bukanlah orang, melainkan hukum yang dilihat
sebagai suatu sistem. Karena itu, doktrin yang dikenal mengenai ini
adalah “the rule of law, and not of man”.
Sehubungan dengan itu, maka jabatan Presiden dan Wakil Presiden haruslah
dipandangan sebagai suatu institusi. Memang benar di dalamnya
tersangkut pula soal-soal yang berkenaan dengan karakter, sikap dan
perilaku manusianya atau ‘the man behind the gun’. Dengan perkataan lain
dalam ‘institusi’ terkait pula persoalan ‘tradisi’ yang perlu terus
menerus dibina dan dikembangkan ke arah kondisi yang makin rasional dan
impersonal. Karena itu, diperlukan perangkat peraturan
perundangan-undangan sebagai instrumen pengaturan normatif mengenai
institusi kepresidenan itu. Melalui jalan pengaturan hukum dan pembinaan
terus menerus yang disertai oleh ketulusan dan keteladanan serta
kesungguhan pemimpin untuk menegakkan hukum dan sistem hukum itulah,
kita dapat mengharapkan proses pelembagaan sistem hukum dan sistem
kenegaraan kita dapat terus ditingkatkan kualitasnya di masa-masa
mendatang. Betapapun juga, semua ide luhur kenegaraan, ide demokrasi dan
gagasan negara hukum haruslah dilembagakan dalam institusi, sehingga
setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan institusi yang tidak
diserahkan hanya pada kebijaksanaan tokoh pemimpin yang kebetulan
menduduki jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam sistem kekuasaan modern, tidak dapat diterima logika dan akal
sehat jika keputusan hanya diserahkan pada kehendak pribadi seorang yang
menduduki sesuatu jabatan tertentu. Betapapun luhurnya budi seseorang,
sekali ia menduduki jabatan kekuasaan umum, maka kepadanya terkena hukum
besi dalam kekuasaan, yaitu: ‘power tends to corrupt, and absolute
power corrupts absolutely’. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, dalam
setiap negara modern, haruslah diadakan pengaturan dan pembatasan
kekuasaan dengan hukum. Bahkan hukumlah yang harus diterima sebagai
satu-satunya pengertian mengenai sistem kepemimpinan yang paling
objektif, rasional dan impersonal. Pemimpin kita yang sesungguhnya
adalah ‘the rule of law, and not of man’. Dengan pengertian demikian,
maka tokoh pemimpin boleh saja berganti, tetapi sistemnya tidak.
Kepemimpinan sistem ini pulalah yang akan terus menjamin keberadaan kita
sebagai sebuah bangsa dan negara. Dalam sistem demokrasi yang kita
bangun sekarang, kita memang tidak dapat lagi mengharapkan peranan
kepemimpinan persona untuk menjamin persatuan dan kesatuan bangsa
seperti pernah diperankan oleh para tokoh pemimpin bangsa dan negara
kita di masa lalu. Presiden di masa yang akan datang tidak bisa lagi
dianggap sebagai tokoh simbolik yang dapat berfungsi efektif sebagai
Bapak Pemersatu Bangsa. Presiden dan Wakil Presiden kita di era
demokrasi dewasa ini tidak lebih merupakan tokoh politik biasa, yang
untuk sebagian cenderung hanya berpikir mengenai kepentingannya sendiri
atau kepentingan kelompok politiknya sendiri-sendiri.
Oleh sebab itu, satu-satunya jalan untuk menghalangi agar institusi
kepresidenan kita tidak larut dalam persoalan-persoalan kepentingan
pribadi atau kelompok, ialah dengan membatasi dan mengaturnya sebagai
suatu institusi yang diikat oleh norma-norma hukum yang lugas, rasional
dan impersonal. Jika, misalnya, Presiden ataupun Wakil Presiden, karena
kebiasaan atau karakter pribadinya menunjukkan ‘performance’ yang
cenderung mempribadikan urusan-urusan atau persoalan institusi
kepresidenan, maka hal itu jelas dapat dinilai sebagai pelanggaran
terhadap amanat konstitusi. Karena itulah penting sekali artinya bagi
setiap Negara Hukum modern yang bercita-cita menegakkan supremasi hukum
dan sistem hukum, untuk menuangkan segala ketentuan mengenai kekuasaan
institusi kepresidenan itu dalam dokumen-dokumen hukum yang resmi.
Terjadinya berbagai masalah
terdapatnya koruptor
saya rasa itu jawabannya