Sebutkan dampak yang dipertimbangkan dalam kegiatan pariwisata berkelanjutan menurut WTO
Jawaban:
Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pandangan atas dampak dari pengembangan pariwisata di suatu negara. Pariwisata yang dibangun dengan dasar mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya dan mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya dipandang memiliki dampak destruksi terhadap lingkungan di destinasi, baik yang bersifat alam maupun sosial budaya.
Pembangunan pariwisata yang berhasil bukan saja dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara melalui kontribusi terhadap PDB Nasional. Jika pariwisata dapat dikelola secara baik, pariwisata dapat menjamin kelestarian alam dan budaya, serta penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal.
Untuk itu, dalam pengembangan pariwisata, perlu diterapkan konsep pembangunan yang dapat meminimalkan dampak negatifnya, yaitu melalui konsep pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism).
Apa yang dimaksud dengan pariwisata berkelanjutan?
World Tourism Organization (WTO) menyebutkan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah “tourism that takes full account of its current and future economic, social and environmental impacts, addressing the needs of visitors, the industry, the environment, and host communities”. Penjelasan tersebut dapat didefinisikan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan konsep pembangunan/pengembangan pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini maupun masa depan.
Melalui penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan suatu konsep yang dipraktikkan, baik oleh masyarakat, yang dalam hal ini tidak hanya penyedia layanan wisata saja, tetapi juga wisawatan serta komunitas tuan rumah maupun pemerintah setempat.
WTO dan United Nations Environment Program (2005) juga telah merumuskan setidaknya terdapat 12 tujuan utama dari pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, yang di antaranya adalah sebagai berikut:
Economic Viability, memastikan kelangsungan dan daya saing destinasi wisata sehingga mereka dapat menerima manfaat ekonomi dalam jangka panjang.
Local Prosperity, memaksimalkan kontribusi pariwisata terhadap ekonomi masyarakat lokal di lingkungan destinasi.
Employment Quality, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertugas/terlibat dalam kegiatan kepariwisataan, termasuk juga dalam hal penerimaan upah, kesetaraan gender maupun ras.
Social Equity, memberikan distribusi yang luas dan adil dari manfaat ekonomi maupun sosial, termasuk juga meningkatkan peluang keterlibatan, pendapatan, dan layanan.
Visitor Fulfillment, untuk memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pengunjung, termasuk juga adanya pertukaran pengetahuan di dalam kegiatan wisata.
Local Control, melibatkan dan memberdayakan masyarakat lokal dalam perencananaan maupun pengambilan keputusan mengenai pengelolaan atau pengembangan pariwisata.
Community Wellbeing, menjaga dan memperkuat kualitas hidup masyarakat lokal, termasuk struktur sosial dan akses sumberdaya, fasilitas, dan sistem pendukung kehidupan.
Cultural Richness, menghormati dan meningkatkan kepedulian akan warisan sejarah, budaya otentik, tradisi dan kekhasan dari komunitas tuan rumah di destinasi wisata.
Physical Integrity, menjaga dan meningkatkan kualitas lanskap destinasi, baik perkotaan maupun pedesaan.
Biological Diversity, mendukung segala bentuk sistem konservasi kawasan alam, habitat, dan margasatwa.
Resource Efficiency, meminimalkan penggunaan sumberdaya yang langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan maupun pengoperasian fasilitas pariwisata.
Environmental Purity, meminimalkan pencemaran udara, air, dan tanah serta timbunan limbah oleh destinasi wisata dan wisatawan.
Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Pariwisata No. 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, terdapat 4 (empat) pilar utama dalam pengembangan pariwisata. Pilar ini juga menjadi kriteria yang telah dirumuskan oleh Badan Pariwisata Berkelanjutan Dunia (Global Sustainable Tourism Council), yang mencakup:
Pengelolaan destinasi parwisata berkelanjutan (Sustainability Management)
Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal (Social-Economy)
Pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung (Culture)
Pelestarian lingkungan (Environment)
Empat pilar di atas sejatinya sudah disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Kepariwisataan kita, di mana kinerja pembangunan pariwisata tidak hanya diukur dan dievaluasi berdasarkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga atas kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan pengangguran dan kemiskinan, pelestarian sumber daya alam/lingkungan, pengembangan budaya, perbaikan atas citra bangsa serta identitas bangsa sehingga dapat mempererat kesatuan.