Tugas Manda

Posted on

Kerjakan sesuai perintah!
Bacalah kutipan novel berikut, kemudian tafsirkan maksud pengarang terhadap kehidupan
yang disampaikan dalam novel.
Bu Mus adalah seorang guru yang pandai, karismatik, dan memiliki pandangan jauh
ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran budi pekerti dan mengajarkan kepada
kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-
hak asasi Jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan soal materialisme versus
pembangunan spiritual dalam pendidikan. Dasar-dasar moral itu menuntun kami membuat
konstruksi Imajiner nilai-nilai Integritas pribadi. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam
diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi. Materi pelajaran budi pekerti yang
hanya diajarkan di sekolah sama sekali tidak seperti kode perilaku formal yang ada dalam
konteks legalitas institusional seperti Sapta Prasetya atau pedoman-pedoman pengalaman
lainnya.
Pada kesempatan lain, karena masih kecil tentu saja, kami sering mengeluh mengapa
sekolah kami tak seperti sekolah-sekolah lain. Terutama atap sekolah yang bocor dan sangat
menyusahkan saat musim hujan. Beliau tak menanggapi keluhan itu, tapi mengeluarkan
sebuah buku berbahasa Belanda dan memperlihatkan sebuah gambar.
Gambar itu adalah sebuah ruangan yang sempit, dikelilingi tembok tebal yang suram,
tinggi, gelap, dan berjeruji. Kesan di dalamnya begitu pengap, angker, penuh kekerasan dan
kesedihan.
"Inilah sel Pak Karno di sebuah penjara di Bandung, di sini beliau menjalani hukuman dan
setiap hari belajar, setiap waktu membaca buku. Beliau adalah salah satu orang tercerdas
yang pernah dimiliki bangsa ini."
Beliau tidak melanjutkan ceritanya.
Kami tersihir dalam senyap. Mulai saat itu kami tak pernah lagi memprotes keadaan
sekolah kami. Pernah suatu ketika hujan turun amat lebat, petir sambar-menyambar. Trapani
dan Mahar memakai terindak, topi kerucut dari daun lais khas tentara Vietkong, untuk
melindungi jambul mereka. Kucai, Borek, dan Sahara memakai jas hujan kuning bergambar
gerigi metal besar di punggungnya dengan tulisan "UPT Bel" (Unit Penambangan Timah
Belitong), jas hujan jatah PN Timah milik bapaknya. Kami sisanya hampir basah kuyup. Tapi
sehari pun kami tidak pernah bolos dan kami tidak pernah mengeluh, tidak, sedikit pun kami
tak pernah mengeluh.
Bagi kami, Pak Harfan dan Bu Mus adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya
Merekalah mentor, penjaga, sahabat pengajar, dan guru spiritual. Mereka mengajari kami
membuat rumah-rumahan dari perdu apit-apit, mengusap luka-luka di kaki kami, mengajari
kami doa sebelum tidur, memompa ban sepeda kami, dan kadang-kadang membuatkan kami
air jeruk sambal
Mereka adalah kesatria tanpa pamrih, pangeran keikhlasan, dan sumur jernih ilmu
pengetahuan di ladang yang ditinggalkan. Sumbangan mereka laksana manfaat yang
diberikan pohon filicium yang menaungi atap kelas kami. Pohon ini meneduhi kami dan
dialah saksi seluruh drama ini. Seperti guru-guru kami, filicium memberi napas kehidupan
bagi ribuan organisme dan menjadi tonggak penting mata rantal ekosistem.​

Tugas Manda

bu mus adalah seorang guru