Tuliskan secara ringkas perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender pada zamannyal

Posted on

Tolong dijawab​

Tuliskan secara ringkas perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender pada zamannyal

Jawaban:

semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tiada dapat! melenyapkan rasa berani. Kalimat 'Aku mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung."

(Kutipan Pemikiran Kartini)

Setiap tahunnya, Indonesia selalu memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Sosok Raden Adjeng (R.A.) Kartini merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Hari Kartini diperingati sebagai bentuk penghormatan pada Ibu Kartini yang telah berjuang untuk mendapatkan kesetaraan hak perempuan dan laki-laki di masa lalu. Ia dikenal sebagai pelopor emansipasi wanita pribumi kala itu.

Ibu Kartini adalah sosok pelopor persamaan derajat perempuan nusantara yang mendedikasikan intelektualitas, gagasan, dan perjuangannya untuk mendobrak ketidakadilan yang dihadapi. Sebagai pemikir dan penggerak emansipasi perempuan, Kartini menjadi sumber inspirasi perjuangan perempuan yang mengidamkan kebebasan dan persamaan status sosial dengan keberhasilannya menuliskan pemikirannya secara runut dan detail.

Ibu Kartini juga sangat erat kaitannya dengan isu gender di masa kini. Konsep gender menurut KMK 807 Tahun 2018 merupakan peran dan status yang melekat pada laki-laki atau perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman, bukan berdasarkan perbedaan biologis.

Apa itu gender? Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Istilah gender ini pertama kali dikemukakan oleh para ilmuwan sosial, mereka bermaksud untuk menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).

Banyak orang mengartikan atau mencampuri ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah sepanjang zaman. Perbedaan gender ini pun menjelaskan orang berfikir kembali tentang peran mereka yang sudah melekat, baik pada laki-laki maupun perempuan.

Keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia dipelopori oleh RA Kartini sejak tahun 1908. Perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam bidang pendidikan dimulai oleh RA Kartini sebagai wujud perlawanan atas ketidak adilan terhadap kaum perempuan pada masa itu. Dalam perjalanan selanjutnya, semangat perjuangan RA Kartini ditindak lanjuti pada tanggal 22 Desember 1928 oleh Kongres Perempuan Indonesia yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Ibu.

Jadi, bila saat ini marak isu Pengarus Utamaan Gender (PUG), nampak bahwa kesetaraan dan keadilan gender tidak muncul begitu saja, melainkan dari zaman kolonial sudah muncul, dipelopori oleh sosok perempuan (RA Kartini). Sehingga sampai sekarang antara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, namun tidak terlepas dari konteks cara pandang harus tetap disesuaikan dengan “kodrat perempuan”.

Dalam kehidupan sekarang tidak jarang kesetaraan dan keadilan gender sering menjadi masalah sosial, tidak pelak kesetaraan gender dijadikan sebagai alasan laki-laki (suami) untuk tidak memenuhi kewajibannya kepada perempuan (istri).

Contohnya saja dalam mencari nafkah, tidak sedikit perempuan bekerja banting tulang layaknya laki-laki untuk mencukupi kehidupan keluarga sedangkan suami seakan-akan lepas tanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Hal demikian sesungguhnya adalah masalah gender yang tidak wajar, karena sesungguhnya kesetaraan gender yang dimaksud adalah harus tetap memperhatikan “kodrat perempuan”.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa di Indonesia masih banyak hambatan dalam pendekatan kesetaraan gender, kenapa? Karena adanya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, perlindungan hukum yang dirasakan masih kurang, dan adanya budaya (adat istiadat) yang bias akan gender.

#SEMANGATBELAJARNYA(◠‿◕)

KLS:XXI

KATEGORI:8.14.23.0

kode:8203728

Penjelasan:

SEKIAN TERIMA KASIH DARI IZA